Hidup diatas kadang secepat kebawah, masih ingat jalan darat dipantura sebelum Tol baru, rumah makannya yg bisa membayar pemilik bus2 sampai 50juta/bulan utk mampir.

source : Detik.com

Reporter : Bahtiar Rifai, Ibad Durohman 

Masih ingat rumah makan pringsewu spanduk2 nya, jaman WiFi awal2, dibombardir dgn spanduk KM menuju restaurant.

Banyak rumah makan di jalur Pantura bangkrut akibat beroperasinya jalan tol Cipali. Omzetnya menurun. Ujung-ujungnya adalah PHK.

Rumah makan Haryanto di jalur Pantura Subang terpaksa ditutup dan dijual karena sepinya pembeli. 
Foto: Bahtiar Rifai/detikX

Selasa, 28 Juni 2016

Pria separuh baya itu pelan-pelan berjalan dari musala. Langkahnya tertatih menahan berat tubuhnya.

Serangan stroke yang diderita membuatnya harus bekerja keras untuk berjalan. Musala yang hanya berjarak 20 meter dari rumahnya ditempuh selama 15 menit.

Pria berpeci haji itu adalah Tando Nasrullah, kini 62 tahun. Dia adalah pemilik rumah makan Padang Suka Menanti, yang terletak di Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Meski kondisi fisiknya rapuh dengan mata rabun, Nasrullah begitu bersemangat saat ditanya tentang efek jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) terhadap usaha rumah makan miliknya yang bangkrut.

Wah, sebelum ada Cipali, kalau enggak ada mobil gede, mobil kecil juga lumayan. Kalau bus dari Sumatera rata-rata istirahat dan makan di sini.”

Saat membuka obrolan, Nasrullah meriwayatkan rumah makan Suka Menanti merupakan peninggalan orang tuanya, yang sebelumnya bernama Selera Menanti. Saat usaha itu diteruskan Nasrullah, nama rumah makan pun berganti.

Selain memiliki rumah makan, orang tua Nasrullah memiliki perusahaan otobus Cahaya Riau dengan rute Riau-Kuningan, Jawa Barat.

Rumah makan khas Padang itu merupakan yang pertama di Kecamatan Ciasem. Berdiri sejak 40 tahun lalu, rumah makan tersebut selalu ramai disinggahi bus antarprovinsi dan mobil-mobil pribadi.

Tando Nasrullah, pemilik rumah makan Suka Menanti, Subang 
Foto: Bahtiar Rifai/detikX

“Wah, sebelum ada Cipali, kalau enggak ada mobil gede, mobil kecil juga lumayan. Kalau bus dari Sumatera rata-rata istirahat dan makan di sini,” ujar Nasrullah mengenang.

Supaya bus-bus mau singgah ke rumah makan miliknya, Nasrullah harus merogoh kocek puluhan juta rupiah. Uang tersebut dibawa ke sejumlah perusahaan otobus dengan maksud supaya armada mereka mampir membawa penumpang.

Harga kontrak ke masing-masing perusahaan otobus bervariasi. Kisarannya Rp 27-50 juta per tahun.

Untuk melayani para pelanggan, Nasrullah memiliki setidaknya 25 orang karyawan, yang terbagi dalam dua shift.

Namun, saat ini kondisinya berubah drastis sejak beroperasinya ruas tol Cipali pada 2015. Bus-bus dari Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara Barat lebih memilih lewat jalan tol dibanding jalur Pantura, yang melintasi Kecamatan Ciasem.

Sebelumnya, rumah makan Suka Menanti menghabiskan setidaknya 200 ekor ayam dalam sehari. Kini, setelah ada Cipali, lima ekor ayam pun tidak habis dalam sehari.

Bangunan bekas rumah makan di jalur Pantura Indramayu yang ditelantarkan oleh pemiliknya. 
Foto: Bahtiar Rifai/detikX

Alhasil, Nasrullah dan istrinya, Hanina, terpaksa menutup Suka Menanti sejak Januari 2016. Belasan karyawan pun terpaksa dirumahkan. 

Menurut Nasrullah, rumah makan Padang yang bangkrut bukan hanya miliknya. Di jalur Pantura, ada beberapa rumah makan sejenis yang juga tutup.

“Di Losarang (Indramayu), rumah makan Siang Malam juga sudah tutup. Itu punya teman saya, si Rusdi namanya,” ujar Nasrullah.

Sebenarnya Nasrullah masih ingin membuka kembali rumah makannya. Namun Hanina selalu memberi saran untuk tutup saja. Pasalnya, kondisi sudah tidak memungkinkan.

Hanina punya alasan. Sejak tutup saat Lebaran 2015, rumah makan itu sempat dibuka selama dua bulan. Namun bus-bus langganan sudah tidak lewat lagi.

“Malah bus Luragung yang sudah kami kontrak tahunan tidak pernah datang-datang lagi. Mereka lewat Cipali dan uang kami tidak kembali,” kata Hanina, yang mengaku setiap tahun mengikat kontrak dengan Luragung dengan nilai Rp 27 juta.

Alasan lain yang membuat Hanina memilih menutup rumah makan adalah suaminya yang terkenastroke. “Mungkin karena terpukul,” imbuh Hanina.

Rest area tol Cipali
Foto: Dhani irawan/detikcom

Parahnya lagi, harga jual lahan di wilayah itu pun ikut terjun bebas. Dulu saat belum ada jalan tol Cipali, lahan rumah makan mereka sempat ada yang menawar Rp 5 miliar. Namun sekarang harga penawaran menyusut jadi Rp 2 miliar.

Untuk bertahan hidup, Hanina memilih banting setir dengan membuka usaha konfeksi kecil-kecilan di belakang rumah makan dibantu tiga orang bekas karyawan rumah makan. Sebab, puluhan karyawan lainnya sudah dirumahkan.

Saat penutupan rumah makan, kata Hanina, semua karyawan menangis. Apalagi karyawan yang bekerja di situ sejak puluhan tahun lalu. Dari masih bujang sampai punya anak kerja di situ.

Yang sangat menyesakkan bagi Hanina, dia sampai tidak mampu memberi pesangon kepada para karyawannya. Karena memang tidak ada pemasukan sama sekali.

Praktis sampai saat ini tinggal beberapa rumah makan besar yang masih buka di jalur Pantura. Itu pun dengan pengurangan jumlah karyawan dan pemotongan biaya operasional di sana-sini.

DetikX kemudian menyambangi rumah makan Pesona Laut, yang terletak di wilayah Eretan, Kabupaten Indramayu.

Rumah makan Pesona Laut kini sepi pembeli setelah beroperasinya jalan tol Cipali 

Pesona Laut memiliki pemandangan indah karena langsung menghadap ke laut. 

Sebelum ada ruas tol Cipali, Pesona Laut menjadi “juara” di jalur Pantura Indramayu. Betapa tidak, selama masa mudik Lebaran, rumah makan tersebut mampu membukukan keuntungan Rp 100 juta dalam sehari.

Karena itu, Pemerintah Kabupaten Indramayu pernah menyematkan penghargaan ke Pesona Laut sebagai penyumbang pajak restoran terbesar se-Kabupaten Indramayu.

Tapi semuanya berubah sejak ada Cipali. Banyak pengendara yang sebelumnya melintas di jalur Pantura Jawa Barat memilih lewat jalan tol. Akibatnya, pelanggan Pesona Laut pun melayang.

DetikX kemudian berbincang dengan Zulhadi, 30 tahun, manajer Pesona Laut. Pria ini sudah bekerja selama 12 tahun di rumah makan milik Dewi Minda Fitri, pengusaha asal Medan yang tinggal di Jakarta, itu.

Zulhadi, manajer di rumah makan Pesona Laut di jalur Pantura 
Foto: Bahtiar Rifai/detikX

Saat diwawancarai, Zulhadi lebih banyak mengeluh sambil sesekali memandangi deretan meja yang kosong.

“Biasanya meja-meja itu penuh terisi orang-orang yang makan. Tapi, sejak ada Cipali, jadi sepi seperti ini,” kata Zulhadi sambil menunjuk ke deretan meja di rumah makan itu.

Yang datang ke Pesona Laut, ujar Zulhadi, kebanyakan mobil pribadi. Kadang-kadang orang-orang tenar, seperti Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, dan sederet artis beken, juga mampir ke Pesona Laut jika lewat Pantura.

Kini semuanya berubah drastis. Begitu Cipali beroperasi, jumlah tamu yang datang pun menyusut. Alhasil, karyawan yang sebelumnya berjumlah 90 orang kini tersisa 18 orang.

Pendapatan pun berkurang hampir 50-60 persen. Sebab, yang datang saat ini hanya dari wilayah sekitar.

Untuk omzetnya, dalam sehari Pesona Laut kini hanya bisa meraup Rp 3-5 juta. Untuk Sabtu dan Minggu, pendapatannya Rp 7-8 juta.

Hal ini selaras dengan data penerimaan pajak Kabupaten Indramayu yang diperoleh detikX. Dalam data itu tertulis, pada 2015 Pesona Laut rata-rata menyetor pajak rumah makan sebesar Rp 13.679.000 per bulan. Sedangkan pada 2016, Pesona Laut menyetor tidak sampai Rp 2 juta per bulan.

Bangunan bekas rumah makan Pringsewu di jalur Pantura Indramayu 
Foto: Bahtiar Rifai/detikX

Nasib Pringsewu memang cukup tragis. Pringsewu, yang namanya kesohor di sepanjang jalur darat sepanjang Pulau Jawa, memilih tutup.

Cabangnya yang terletak di Jalan Eretan Kulon, Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, juga tutup. Halaman rumah makan itu kini banyak ditumbuhi ilalang.

Gerbang masuk ditutup oleh pagar bambu dan digembok. Bangunan satu lantai yang terletak di pinggir pantai Eretan itu pun tak terawat. Kaca-kacanya tertutup debu.

Tidak ada lagi spanduk atau umbul-umbul yang bertuliskan daftar menu yang biasanya dipublikasikan restoran ataupun di sepanjang jalan Pantura. Sekarang hanya ada plang bertulisan “Dikontrakkan”.

Merosotnya pendapatan rumah makan di Pantura dibenarkan Kepala Bidang Pendapatan 1 Dinas Keuangan Daerah Indramayu Teten Mahmud.

Setidaknya pendapatan pajak dari rumah makan di jalur Pantura Indramayu menurun hingga 50 persen. Selain rumah makan, sejumlah pompa bensin mengalami penyusutan pendapatan yang bervariasi.

Jika diakumulasi dengan pendapatan asli daerah, tutur Teten, Kabupaten Indramayu mengalami penurunan 10 persen.

Adanya jalan tol Cipali tidak berimbas langsung terhadap pendapatan Indramayu lantaran wilayah yang dilintasi tol merupakan lahan Perhutani.

 

Jalan tol Cipali
Foto: Aditya Fajar/detikcom

“Jadi dari segi pajak bumi dan bangunan tidak kena. Karena milik Perhutani. Kalau kawasan Subang dan Majalengka milik pribadi. Jadi bisa dikenai pajak,” begitu kata Teten.

Bisa dibilang, ruas tol Cipali menimbulkan efek domino bagi pendapatan daerah maupun masyarakat yang berada di lintas Pantura Jawa Barat.

Sepinya jalur yang sebelumnya terpadat di Indonesia bukan hanya menghantam rumah makan besar. Warung-warung kecil pun terkena dampaknya.

Misalnya yang dialami Iskah, pedagang oleh-oleh tape (peuyeum) di Jalan Jatisari, Subang. Sebelumnya, per hari dia bisa mengantongi uang Rp 1 juta, tapi kini target omzet Rp 500 ribu saja terkadang meleset.

Meski begitu, nasib pedagang yang ada di Jalan Jatisari, kata Iskah, masih lebih baik dibanding yang ada di Jalur Cikalong, Subang.

Di jalur itu, menurut Iskah, banyak kios penjual peuyeum yang terpaksa tutup. “Ada yang buka juga, tapi tapenya kebuang terus,” ujar Iskah.

Keluhan lain juga muncul dari pengasong dodol, yang biasanya memanfaatkan kemacetan di Simpang Jomin, Subang.

Karena sudah tidak ada lagi kemacetan, omzet pedagang asongan pun terjun bebas. Sebelumnya setiap hari bisa pengasong mengantongi keuntungan Rp 300-500 ribu, tapi kini bisa mendapat Rp 50 ribu per hari saja sudah bersyukur.

http://staticxx.facebook.com/connect/xd_arbiter/r/bz-D0tzmBsw.js?version=42#channel=ffa170e98&origin=http%3A%2F%2Fx.detik.comhttps://staticxx.facebook.com/connect/xd_arbiter/r/bz-D0tzmBsw.js?version=42#channel=ffa170e98&origin=http%3A%2F%2Fx.detik.com

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s